"Menuai Cinta di Perpustakaan Sekolah" Oleh : Desi Safitri, S. Pd

Dengan langkah kaki yang tak tergesa-gesa, ku susuri lorong-lorong waktu dalam buaian mentari. Teriknya sudah menembus dinding-dinding tua, yang usianya sudah berpuluh-puluh tahun lamanya. Di ujung sana, aku masih ingat teriakan penuh cinta dan kasih sayang dari ibu yang cantik dan berhijab menarik. 


Wajahnya kini sudah menampakkan keriput. Dengan langkah semakin mantap ku arahkan ke pintu perpustakaan. Ya, di sanalah ku temukan dia. Senyumnya, masih sama seperti dua puluh tahun yang lalu. Masih membekas dalam ingatanku. Dengan tak sabar aku pun berlari menghampirinya ingin segera memeluknya penuh kerinduan.


"Assamualaikum, ibu Dewi! "sapaku langsung memeluknya erat. 


"Walaikumsalam, dengan siapa ini?" tanyanya padaku.


"Murid kesayangan ibu! "serunya semakin erat memeluknya.


"Hmm.. Siapa ini?" Dia menatap wajahku.


"Ibu, puisi dan perpustakaan adalah jiwaku." kataku padanya.


"Rania. Rania Safitri!" serunya. 


Aku mengganguk cepat dan kurasakan pelukan hangatnya, air mataku tumpah membasahi jilbab biru yang dikenakannya. Ku lirik juga, matanya berkaca-kaca. Tiga menit kami saling berpelukan.


"Apa kabar, murid kesayangan ibu?" tanyanya padaku. 


"Alhamdulillah, sehat bu. Ibu bagaimana sehat walafiat kan." tanyaku balik. 


"Alhamdulillah, seperti yang Rania lihat. Ibu sehat banget, apalagi bertema dengan Rania. Ibu bahagia rasanya, Rania bisa mampir ke sini. Kenapa nggak bilang dulu kalau mau ke sini! "katanya padaku. 


"Kalau Rania bilang kan kejutan bu. Hehehe." jawabku masih tetap memeluknya.


"Rania sama siapa ke sini?" tanyanya lagi. 


"Sendiri bu, kebetulan nginap di rumah nenek. Tiba-tiba Rania pengen banget ketemu ibu Dewi. Makanya Rania putuskan ke sekolah ini." jelasku padanya. 


"Ayo, duduk dulu. Di sini, di kursi kesayanganmu! Tapi bentuk udah beda, udah dimodifikasi." serunya padaku. 


Ku lirik kursi yang disebutnya kursi "kesayangan", ya benar saja itu adalah kursi kesayangan yang selalu aku duduk saat berkunjung ke perpustakaan dulu. Aku pun duduk dan kami mulai bercerita tentang masaku sekolah dulu, sering aku menjadi asistennya ketika ibu Dewi sedang ada tugas keluar dari sekolah.


Aku juga salah satu murid yang berprestasi di sekolah bahkan dulu sering diikutsertakan dalam lomba-lomba sains. Ku tatap isi dan sekeliling perpustakaan, tak ada yang berubah hanya banyak gambar-gambar pahlawan yang ditambah di sana. Perpustakaan adalah ruang kedua ku di sekolah.


Di sana aku diajarkan untuk menjadi murid yang lebih rajin dalam belajar dan menghargai ilmu. Ibu Dewi bilang, sekarang beliau sudah menjabat menjadi kepala sekolah di sekolahku itu. Ah, kabar yang luar biasa indah. 


"Rania, kerja di mana?" tanyanya padaku.


"Alhamdulillah, Rania mengikuti jejak ibu, seperti ucapan Rania dulu." kataku.


"Rania Guru juga? Masyallah, anak ibu." lagi aku pun dipeluknya.


Kembali air mataku menetes. Rasa bahagia dan haru begitu terasa dari pelukan hangat nan penuh cinta dari Ibu Dewi. Ya, dulu aku memang sering bercerita ingin menjadi guru sepertinya. Dan itu telah ku wujudkan. 


"Rania Guru mapel apa? "tanyanya lagi.


"Alhamdulillah, masih sejalur lagi sama ibu." kini aku yang memeluknya.


"Masyallah, Nak! Ibu bahagia, Rania benar-benar membuktikan semua ucapanmu. Ibu bangga padamu, terus Rania mengajar di mana?" tanyanya lagi. 


"Di salah satu sekolah swasta di Palangka Raya, bun." jawabku.


"Ya nggak apa-apa mau swasta atau negeri sama saja. Intinya, cintailah profesimu seperti kau mencintai dirimu." katanya lagi padaku. 


"Masyallah, bun. Kata-kata itu, masih sama Rania dengar lagi hari ini." kataku padanya.


"Itu sudah menjadi pedoman hidup ibu dalam menikmati hidup sebagai seorang guru." katanya lagi. 


Kami pun melanjutkan cerita panjang lebar dan kembali ke masa dulu serta banyak nasihat yang kudapatkan dari Ibu Dewi. Hari itu aku diajaknya ke ruangan miliknya, yaitu ruangan kepala sekolah. Di sana kami lebih bebas bercerita sepuasnya.


Sampai tengah hari, aku pun pamit pada ibu Dewi karena besok aku harus kembali ke tempat ku mengajar. Ah, rasanya masih belum puas bercengkerama hangat bersama ibu Dewi. Tetapi, aku berjanji akan kembali lagi menemui di sekolah favorit di Kota Air tersebut, yaitu sekolah SMAN 2 KUALA KAPUAS.


Kuucapkan selamat bertemu kembali dengan penuh cinta dan kudoakan ibu Dewi tetap menjadi ibu Dewi yang kukenal dulu. Kami pun saling memberi semangat karena profesi kami sama, yaitu pahlawan pendidikan. Kupeluk dan kucium tangan serta kedua pipinya, aku pamit meninggalkan sekolah penuh kenangan tersebut.


Kulihat lambaian tangannya masih melambaikan dengan penuh ketulusan hingga gerbang sekolah itu tak terlihat olehku. Dalam perjalananku, masih ingat pesan ibu Dewi. Jangan kalah pada teknologi tapi buktikan bahwa teknologilah yang membutuhkan kita.

Palangka Raya, 12 November 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Daring Asik Oleh : Desi Safitri, S. Pd

"3 hal bermanfaat dari grup Belajar Menulis"

Puisi "Hujan di Bulan Juni"